Sabtu, 01 Januari 2011

Teori Akuntansi


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Akuntansi keuangan merupakan media informasi yang disusun oleh manajemen selaku pengelola bisnis untuk kepentingan publik khususnya investor dan kreditor. Informasi akuntansi terjadi pada laporan keuangan perusahaan yang memberikan gambaran mengenai kondisi keuangan perusahaan pada saat tertentu (neraca) serta hasil usahanya pada periode tertentu (laba rugi). Informasi ini selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan dalam proses pengambilan keputusan . laporan keuangan ini telah menjadi sumber informasi penting bagi manajemen, pemilik, analis, banker, kreditor, regulator, dan pihak umum. Laporan keuangan merupakan sumber informasi pertama dalam keputusan investasi, memprediksi potensi arus kas yang akan diterima dan dikaitkan dengan ketidakpastian, menilai kemampuan manajemen dalam mencapai tujuan utama perusahaan, dan yang terakhir memberikan informasi yang aktual dan interpretatif tentang transaksi dan kejadian lainnya.
Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dalam akuntansi keuangan maka, kita perlu mengetahui macam-macam metode yang digunakan dalam pembuatan laporan keuangan. Selain mengetahui metode penyusunan laporan keuangan kita juga perlu mengetahui model akuntansi yang diterapkan dan penilaian, perbandingan terhadap model akuntansi yang diterapkan serta metode yang digunakan dalam pengukuran harga wajar.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis menyusun makalah dengan judul “Akuntansi Inflasi, Model Penilaian dan Penentuan Laba”.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang penulis angkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Metode apa yang digunakan dalam akuntansi inflasi?
2.      Apa yang dimaksud dengan Monetary dan Non-Monetary Items?
3.      Model akuntansi apa saja yang diterapkan dalam penilaian aktiva dan penentuan laba?
4.      Bagaimana penilaian dan perbandingan terhadap model akunntansi?
5.      Metode apa yang digunakan dalam pengukuran harga wajar?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam akuntansi inflasi.
2.      Untuk mengetahui pengertian Monetary dan Non-Monetary Items.
3.      Untuk mengetahui Model akuntansi yang diterapkan dalam penilaian aktiva dan penentuan laba.
4.      Untuk mengetahui penilaian dan perbandingan terhadap model akuntansi.
5.      Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam pengukuran harga wajar.

1.4  Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah:
1.    Bagi mahasiswa
Dapat menambah wawasan mahasiswa dalam bidang ilmu akuntansi.
2.    Bagi lembaga
Dapat menambah perbendaharaan tulisan ilmiah di lembaga.

3.       
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Akuntansi Inflasi
            Metode yang digunakan dalam akuntansi inflasi ini sama dengan metode penentuan laba. Penekanan penentuan laba adalah pada nilai laba yang lebih relevan yang digambarkan oleh laporan keuangan, sedangkan inflasi nilai semua item yang terdapat dalam laporan keuangan.
            Metode pengukuran aktiva dan kewajiban dapat dibagi (Johnson,1977) sebagai berikut.
1.      The entry value system dari harga umum yang terdiri dari:
a.    historikal cost
b.    general price level
c.    replacement cost
d.    reproduction cost
2.      The exit value system harga pasar atau current market value yang terdiri dari:
a.    net realizable value
b.    selling price
c.    expected value
Dari sudut akuntansi inflasi, di luar historikal cost adalah metode menyusun laporan keuangan untuk menyesuaikan dengan pengaruh inflasi.

2.1.1  General Price Level
Dalam metode General Price Level misalnya metode historikal cost disesuaikan dengan perubahan tingkat harga sehingga pada masa inflasi GPL ini lebih besar daripada nilai historikal cost.
            Keuntungan General Price Level Adjustment (GPLA) adalah:
a.          dapat menjelaskan pegaruh inflasi pada perusahaan.
b.         meningkatkan kegunaan perbandingan laporan antar periode.
c.          membantu pemakai laporan menilai arus kas di masa yang akan datang secara lebih baik.
d.         memperbaiki tingkat kepercayaan rasio laporan keuangan yang dihitung dari angka-angka laporan keuangan yang sudah disesuaikan.
Kelemahannya General Price Level Adjustment (GPLA) adalah:
a.          inflasi itu terjadi pada barang yang berbeda dan perusahaan yang berbeda jadi tidak bisa disamaratakan.
b.         GPLA tidak bermakna bagi perusahaan.
c.          angka yang disesuaikan tidak menggambarkan arus kas.
d.         rasio itu adalah indikator mentah.

2.1.2     Current Cost Accounting
                    Edgar Edward dan Philip Bell (1961) merupakan tokoh yang paling gencar mempromosikan konsep CCA ini. menurut mereka yang dibutuhkan oleh manajer adalah bagaimana mereka mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang ada untuk memaksimalkan laba.
                    Manajer biasanya menghadapi masalah apakah ingin mempertahankan suatu aktiva atau utang atau menjual atau membayarnya dan bagaimana menggunakan atau mendanai kegiatan perusahaan. Untuk menjawab ini maka Edgar dan Bell mengusulkan perhitungan busines profit. Busines Profit ini memiliki dua komponen:
a.   Current Operating Profit
b.   Realizable Cost Saving (Holding Gain)
Laba dari Current Operating adalah kelebihan nilai sekarang dari barang atau jasa yang dijual dengan harga pokoknya. Sedangkan Realizable Cost Saving adalah kenaikan harga pokok dari suatu aktiva yang masih dimiliki sekarang (dengan harga sekarang). Ini merupakan laba (atau bisa saja rugi) yang belum direalisasi dari suatu aktiva yang harganya naik (atau turun) karena perubahan harga, namun barangnya belum direalisasi atau belum dijual, maka ini disebut saving yang nantinya akan direalisasi. Sebenarnya hal ini merupakan opportunity gain atau loss. Resvine menganggap itu dapat dianggap sebagai laba karena kenaikan harga itu akan mengakibatkan kas yang akan digunakan untuk mendapatkannya memang harus seharga itu jika kita ingin membelinya sekarang. Menurut beliau cash saving ini dapat digolongkan sebagai laba.
Beberapa bentuk Current Cost adalah sebagai berikut:
a.      Replacement cost
           Replacement Cost adalah nilai yang diukur saat ini (current cost) untuk mendapatkan aktiva baru atau menggantinya dengan kapasitas produksinya yang sama. Dalam praktik nilai ganti ini hanya diterapkan pada aktiva nonmoneter seperti persediaan dan aktiva tetap. Aktiva tetap disajikan menurut nilai gantinya, nilai bersih setelah digambarkan nilai yang sudah dipakai.
           Metode ini dikritik dalam hal:
1)      Subjektivitas penilaian atau taksiran harganya sehingga angka-angka yang timbul tidak didasarkan pada transaksi yang sebenarnya.
2)      Dalam hal harga suatu aktiva menurun maka penurunan itu akan menimbulkan pembebanan ke laba/rugi (misalnya penyusutan dan harga pokok produksi) lebih rendah dari beban pada historical cost, akhinya income akan lebih tinggi dari historical cost.
3)      Perubahan harga umum tidak tergambar dalam metode Replacement Cost ini, karena hanya untuk aktiva tertentu. Oleh karenanya, metode Replacement Cost ini dianggap bukan merupakan metode akuntansi inflasi.
4)      Sukar melakukan perbandingan antar perusahaan yang saling berbeda.
        Walaupun ada kritik ini, sebagian pihak menganggap bahwa metode ini merupakan metode yang paling mudah diterapkan dalam akuntansi inflasi, karena meskipun terjadi inflasi dengan metode ini akan memudahkan dalam hal pengukurannya.


b.      Reproduction Cost
           Reproduction Cost adalah istilah lain yang hampir sama dengan Replacement Cost. Di sini harga itu diukur berdasarkan harga sekarang jika aktiva itu dibuat atau diduplikasi seperti barang yang dimiliki itu tanpa melihat perubahan teknologi yang mungkin memengaruhi aktiva yang dibuat itu. Jika suatu aktiva baru direproduksi tanpa menghiraukan perubahan teknologinya nilainya sama dengan Replacement Cost. Dengan demikian, secara umum apa yang berlaku pada metode Reproduction Cost ini.
c.       Net Realizable Value
           Net Realizable Value merupakan harga jual dikurangi taksiran biaya penjualan. Pada masa inflasi nilai dari net realizable value ini lebih besar dari replacement cost karena manajemen tidak mungkin menjual barangnya tanpa mengharapkan laba marjin general price level. Penyusutan dalam metode ini dihitung berdasarkan perbedaan antara harga jual aktiva itu pada awal dibandingkan dengan pada akhir periode.
d.      Selling Price
           Di sini nilai yang dipakai adalah harga jual tanpa dikurangi biaya penjualan sehingga laporan keuangan yang disusun menurut selling price ini akan lebih besar daripada net realizable value dan metode lainnya.
e.       Expected Value
           Metode ini sangat tergantung pada pengharapan seseorang jadi bisa lebih besar atau lebih kecil dibanding dengan metode lain karena expected value ini merupakan gambaran dari present value kas di masa yang akan datang.

2.2      Monetary Non- Monetary Items
Monetary Items adalah aktiva atau keewajiban yang dinilai atau disajikan dalam unit uang yang tetapmisalnya kas, piutang atau uang atau kewajiban lainnya yang angk dan jumlah nilai uangnya yang tetap itulah yang akan ditagih, dibayar dimasa yang akan datang tanpa ada perubahan. Nilai ini adalah nilai historis dan nanti nilai net realizable value-nyalah yang akan direalisasi. Karena nilainya itu juga menggambarkan nilai sekarang (current value), untuk aktiva jenis ini tidak perlu disesuaikan kecuali barangkali untuk mengetahui present value dari nilai yang diharapkan ditagih (expected value) dimasa yang akan datang. Contoh lainnya: deposito,valuta asing, atau klaim valuta asing, surat berharga, aktiva yang akan dijual tahun depan, utang pajak, utang jangka panjang,saham preferen yang tidak konvertible dan tidak berpartisipasi, wesel, akumulasi penyisihan piutang, piutang pegawai, piutang jangka panjang, uang muka, dan utang gaji.
Non-Monetary Items adalah nilai dimana jumlah uangnya tidak ditetapkan menurut kontrak perjanjian. Dalam metode historical cost ini digambarkan sebagai old cost bukan nilai sekarang. Misalnya aktiva tetap, lahan, bangunan, peralatan, persediaan yang akan dipakai nanti dalam operasi perusahaan dan akan diganti terus jika perusahaan terus beroperasi. Dalam metode current value harga baru itu yang dicoba digambarkan dengan harga sekarang. Contoh lainnya adalah biaya dibayar dimuka, investasi dalam saham, utang pajak tertunda, akumulasi penyusutan, goodwill, hak paten, aktiva tak berwujud lain, dan kontrak penjualan.

2.3  Model Akuntansi
Ada tiga model akuntansi yang berbeda yaitu:
1.       Historical Cost Accounting
2.       Replacement Cost Accounting
3.       Net Realizable Value Accounting
Namun, sebenarnya ada delapan model akuntansi dalam penilaian aktiva dan penentuan laba itu, yaitu sebagai berikut.
1.   Pengukuran menurut Unit Uang:
a.  Historical Cost Accounting
b.  Replacement Cost Accounting
c.  Net RealizableValue Accounting
d.  Present Value Accounting
2.   Pengukuran menurut Unit Tenaga Beli (General Price Level = GPL)
a.GPL Historical Cost Accounting
b.GPL Replacement Cost Accounting
c. GPL Net RealizableValue Accounting
d.GPL Present Value Accounting
Perbedaan ini timbul dari perbedaan berikut.
2.3.1     Atribut yang Akan Dinilai
Atribut yang dinilai untuk masing-masing model akuntansi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.     Dalam model Historical Cost Accounting, atribut yang dinilai adalah jumlah uang/kas atau sejenisnya yang dibayar untuk mendapatkanaktiva atau membayar sejumlah utang yang dibebankan dalam unit uang yang timbul dari perolehan aktiva itu.
b.    Dalam model Replacement Cost Accounting, atribut yang dibayar adalah uang kas atau sejenisnya yang akan dibayar untuk memperoleh aktiva yang sama dan sejenis saat sekarng atau jumlah utang yang akan dibebankan untuk memperoleh aktiva tersebut.
c.     Dalam model Net Realizable, atribut yang dinilai adalah jumlah uang kas atau sejenisnya yang akan diperoleh dengan menjual aktiva sekarang atau jumlah uang yang harus dibayar untuk menebus kewajiban itu sekarang.
d.    Dalam model Present  atau Capitalized Value, atribut yang diinilai adalah arus kas masuk bersih yang diharapkan akan diterima dari penggunaan aktiva atau arus kas keluar net yang diharapkan akan dibayar untuk membayar kembali utang.
Atribut itu dapat kita golongkan dalam tiga cara sebagai berikut.
a.       Fokus penilaian dapat berupa masa lalu (Historical Cost), masa kini (Replacement Cost dan Net Realizable Value), dan masa yang akan datang (Present Value).
b.      Jenis transaksi: Historical Cost dan Replacement Cost merupakan transaksi perolehan atau pembebanan utang, Net Realizable Value dan Present Value menyangkut penjualan aset dan pembayaran utang.
c.       Sifat kejadian awalnya: Historical Cost didasarkan pada kejadian yang sebenarnya, Present Value berdasarkan kejadian yang dinharapkan, dan Replacement Cost dan Net Realizable Value didasarkan pada kejadian yang sifatnya hipotesis (anggapan).
1.    Unit of Measure
Ada dua jenis unit ukuran yang dipakai, yaitu sebagai berikut.
a.    Unit moneter (uang)
Dalam model ini yang menjadi unit pengukur adalah unit uang.
b.    Unit daya beli (Purchasing Power)
Dalam model ini yang menjadi alat ukur adalah daya beli uangnya yang tentu berbeda apabila waktunya berbeda.

2.4     Penilaian dan Perbandingan Terhadap Model Akuntansi
Dalam menilai dan membandingkan model penilaian akuntansi tersebut, model present  value sengaja tidak diikutkan karena beberapa kelemahan sebagai berikut :
1.   Sukarnya menaksir penerimaan kas dimasa akan datang
2.   Pemilihan tingkat diskontoo yang  sangat bervariasi
3.   Alokasi arbitrer dari taksiran arus kas dalam memilih asset
4.   Alokasi arbitrer dan taksiran arus kas dari masing-masing aktiva ssecara individual
Dalam memilih dan membandingkan model-model ini maka yang menjadi dasar penilaian adalah :
1.   Kesalahan yang timbul akibat masalah waktu (timming error)
Timming error  timbul akibat perubahan nilai yang terjadi dalam suatu periode tertentu, tetapi dicatat,diperhitungkan dan dilaporkan pada periode lain. Yang sebaiknya adalah bahwa setiap kejadian dalam periode itu dicatat dan dilaporkan pada periode itu. Namun, yang lebih ideal lagi adalah bahwa perhitungan laba dilakukan dalam keseluruhan proses kegiaatan perusahaan.
2.   Kesalahan akibat alat ukur (measuring unit errors)
Kesalahan akibat alat ukur ini terjadi apabila laopran keuangan tidak disajikan dengan menggunakan dan mempertimbangkan tenaga beli dari mata uang tersebut. Idelanya tenaga beli uang harus iktu menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun laporan keuangan
3.   Kesulitan dalam penafsiran (interpretability)
Laporan keuangan harus dapat dipahami tanpa salah pengertian. Dalam penafsiran laporan keuangan kita harus memahami masalah pengertian dan penggunaannya. Dengan perkataan lain, agar model akuntansinya dapat dipahami maka kita harus menggunakan rumus ;
“jika………, maka…………….” atau (if……, them)
Dengan rumus ini maka para pembaca laporan keuangan akan memahami arti serta kegunaannya. Akuntansi memiliki alat ukur yang menghasilkan ukuran tertentu, misalnya model akuntansi yang menggunakan unit uang sebagai alat ukur berarti hasilnya ada;ah bahwa itu dinyatakan dalam rupiah (Number of  Dollar = NOD). Demikian juga gunakan konsep historical Cost dengan (Number of Dollars). Sementara itu, apabila konsep current value yang diukur dengan tenaga beli umum, akan menghasilkan ukuran barang atau Command of Goods (COG).
4.   Relevansi
Informasi akuntansi harus relevan artinya harus bermanfaat bagi para pemakianya khususnya untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Namun, karena model akuntansi yang ada masih memiliki makna yang masih kabur seperti masalah NOD dan COG tadi, sukar bagi pembaca menjadikan informasi akuntansi itu relevan tanpa menguasai ilmu akuntansi mendalam.

2.5  Metode Pengukuran Harga Wajar
Metode pengukuran harga wajar atau fair value telah berlaku di Amerika sesuai dengan statement No. 157 tentang fair value Measurements. Beikut ini adalah ikhtisarnya.
Statement ini mendefinikan fair value, menetapkan kerangka untuk mengukur nilai wajar (fair velue) sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum, dan memperluas pengungkapan tentang kengukuran fair value. Statement ini diterapkan dalam kerangka standar akuntansi yang membutuhkan atau mengizinkan pengukuran fair value. Dewan standar sebelumnya telah memutuskan melalui pengumuman bahwa fair value adalah metode pengukuran yang relevan. Oleh karena itu, statement ini tidak memerlukan metode pengukuran fair value yang baru. Namun, untuk sebagian entitas penerapan fair value ini akan mengubah praktek yang berlaku sekarang

2.5.1 Alasan dikeluarkannya statement ini.
Sebelum statement ini, ada beberapa difinisi tentang fair value dan pedoman penerapannya dalam prinsip akuntansi sangat terbatas. Selain itu pedoman sudah tersebar diantara banyak pengumuman yang menjelskan perlunya pengukuran fair value. Perbedaan pedoman itu akan menimbulkan inkonsistensi yang menambah rumitnya prinsip akuntansi. Dalam membuat statement ini, dewan telah mempertimbangkan perlunya peningkatan konsistensi dan comparability pengukuranf air value dan untuk memperluas pengungkapan tentang pengukuran fair value.

2.5.2 Perbedaan antara statement dan Praktek Sekarang
Definisi fair value tetap menyangkut harga pertukaran atau exchange price. Statement ini menjelaskan bahwa exchange price adalah harga dari Transaksi yang normal antara pelaku pasar yang menjual asset atau mentransfer utang di pasar dimana entintas yang melaporkan melakukan transaksi yang menyangkut asset dan utang pada kondisi yang paling menguntungkan. Transaksi menjual asset atau mentransfer utang adalah transaksi hipotesis pada tanggal pengukuran, dengan mempertimbangkan perspektif pelaku pasar yang memegang asset dan yang berutang. Oleh karena itu, definisi ini berfokus pada harga yang akan diterima jika melakukan penjualan asset atau membayar  atau mentransfer uang (exit price), bukan harga yang akan dibayar untuk membeli asset atau menerima utang (entry price).
Statement ini menekankan bahwa fair value adalah pengukuran berbasis pasar ( a market-bassed measurement), bukan pengukuran yang spesifik entitas (an entity-spesific measurement). Oleh karena itu, pengukuran fair value harus ditentukan berdasarkan asumsi yang digunakan pelaku pasar dalam menghargai asset dan utangnya. Sebagai dasar untuk mempertimbangkan asumsi pelaku pasar dalam mengukur fair value, statemen ini menetpkan hierarki fair value yang dibedakan antara lain srbagai berikut.
1.            Asumsi pelaku pasar dibangun berdasarkan data pasar yang diperoleh dari sumber yang independen dari entitas yang melaporkan (observable inputs).
2.            Asumsi dari entitas yang melaporkan tentang asumsi pelaku pasar dibangun berdasarkan informasi yang terbaik yang tersedia dalam situasi itu (unobservable inputs). Dalil unobservable inputs dimaksudkan untuk memungkinkan adanya situasi dimana ada sedikit kegiatan pasar dari asset dan kewajiban pada tanggal pengukuran. Dalam situasi tersebut, entitas pelaporan tida perlu melakukan kegiatan untuk mendapatkan informasi tentang asumsi pelaku pasar. Namun, entitas pelapor tidak boleh mengabaikan informasi tentang asumsi pelaku pasar yang tersedia tanpa harus mengeluarkan biaya dan tenaga.
Statement ini menjelaskan bahwa asumsi pelaku pasar termasuk asumsi mengenai resiko, misalnya resiko inheren dalam teknik penilaian khusus yang digunakan untuk mengukur fair value (seperti dalam pricing model) dan atau resiko risk inherent dalam input ke teknik penilaian. Pengukuran fair value harus memasukkan penyesuaian terhadap resiko jika pelaku pasar memasukkannya dalam menentukan harga aset atau kewajiban, walaupun penyesuaian itu sukar ditentukan. Oleh karena itu, pengukuran yang tidak memasukkan penyesuaian resiko tidak menggambarkan pengukuran fair value jika pelaku pasar akan memasukkannya dalam penilaian aset dan kewajiban.
            Statement ini menjelaskan asumsi pelaku pasar tentang pengaruh pembatasan penjualan atau penggunaan aset. Pengukuran fair value untuk aset tertentu harus mempertimbangkan pengaruh pembatasan itu jika pelaku pasar mempertimbangkan pengaruh pembatasan dalam penilaian aset.
            Statement ini menjelaskan bahwa pengukuran fair value untuk kewajiban menggambarkan nonperfomence risk, yaitu resiko di mana kewajiban tidak terpenuhi sebab nonperfomence risk termasuk resiko kredit entitas yang melaporkan entitas pelapor harus mempertimbangkan pengaruh resiko kredit menurut fair value dari kewajiban di semua periode di mana kewajiban di ukur berdasarkan fair value menurut standar akuntansi yang berlaku.
Statement ini menyetujui perlunya FASB Statements lainnya yang menyatakan bahwa dari suatu posisi dari suatu posisi dari suatu instrument keuangan termasuk suatu block yang diperdagangkan secara aktif di pasar harus diukur sebesar nilai produk dengan harga yang dicantumkan dari instrument individu tersebut dikali dengan jumlah yang dimiliki. Harga yang dipakai harus disesuaikan sebab size posisi relatif pada volumeperdagangan.
            Statement ini memperluas pengungkapan tentang penggunaan pengukuran fair value untuk mengukur aset dan kewajiban periode interim dan tahunan mengikuti pengakuan sebelumnya. Pengungkapan difokuskan pada input yang digunakan untuk mengukur fair value dan mengulangi pengukuran fair value dengan menggunakan unobservable inputs, pengaruh pengukuran pada laba pada periode itu.

2.5.3 Bagaimana Kesimpulan Statement Ini Berkaitan dengan Kerangka Konsep FASB
                        Kerangka konsep untuk mengukur fair value mengikuti kosep yang menekankan memberikan informasi secara komperatif sehingga para pemakai mampu menggunakan laporan keuangan menemukan persamaan dan perbedaan antara kedua kejadian ekonomi. Definisi fair value memerhatikan konsep yantg berkaitan dengan aset dan kewajiban, dalam konteks pelaku pasar. Pengukuran fair value menggambarkan asumsi pelaku pasar sekarang tentang arus masuk di masa yang akan datang yang dikaitkan dengan aset yang memiliki keuntungan ekonomi masa depan dan arus keluar di masa yang akan datang yang dikaitkan dengan kewajiban (pengorbanan manfaat ekonomi di masa yang akan datang).
                        Pengungkapan yang diperluas tentang fair value untuk mengukur aset dan kewajiban harus memberikan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan investasi, kredit, dan lainnya sebagaimana disebut dalam bagi para pemakai laporan keuangan (dan investor, kreditor potensial, dan lainnya) sesuai dengan tujuan laporan keuangan.


2.5.4 Bagaimana Statement Ini Meningkatkan Manfaat Laporan Keuangan
Definisi tunggal dari fair value bersama dengan kerangka konsep pengukuran fair value bersama dengan kerangka konsep pengukuran fair value, harus menghasilkan peningkatan konsistensi dan komparabilitas pengukuran fair value.
Perluasan pengungkapan tentang fair value untuk mengukur aset dan kewajiban harus memberikan informasi yang lebih baik bagi para pemakai laporan tentang batas di mana fair value digunakan sebagai pengukur aset dan kewajiban yang di akui, input digunakan untuk mengembangkan pengukuran dan pengaruh pengukuran tertentu pada laba (perubahan net aset) pada periode itu.
2.5.5 Manfaat dan Biaya Menerapkan Statement Ini
Kerangka untuk mengukur fair value dibangun di atas praktik dan kebutuhan sekarang. Namun, beberapa entitas perlu mengubah sistem dan lainnya untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan statement ini. Beberapa entitas bisa menimbulkan tambahan biaya dalam menerapkan statement ini. Namun, manfaatnya dalam peningkatan konsistensi dan komparabilitas dari metode pengukuran fair value dan semakin luasnya pengungkapan mengenai pengukuran akan terus bermanfaat.
2.5.6 Berlakunya Statement Ini
Penerapan Statement ini harus berlaku secara prospective sejak awal  tahun fiskal di mana statement ini mulai diterapkan. Kecuali dalam hal berikut ini, penerapan statement ini harus retrospective:
a.          Instrument keuangan yang sudah diukur secara fair value pada awal diakuimenggunakan harga transaksi sesuai dengan pedoman sebelum permulaan penerapan statement ini.
b.         Instrument keuangan hybrid yang sudah menggunakan fair value pada awal pengakuannya yang menggunakan harga transaksi sesuai dengan pedoman sebelum memulai menerapkan statement ini.
Penyesuaian dalam masa transisi, diukur sebagai perbedaan antara saldo sebelumnya dan fair value the carrying amounts dari instrument keuangan pada tanggal statement ini mulai diterapkan. Harus diakui sebagai penyesuaian pengaruh kumulatif dalam saldo pembukuan laba ditahan atau komponen ekuitas atau aset bersih dalam laporan posisi keuangan untuk tahun fiskal saat statement ini diterapkan.













BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Dari penulisan makalah ini, maka dapat disimpulkan beberapa hal sesuai dengan rumusan masalah yang kami susun, yaitu:
1.      Metode yang digunakan dalam akuntansi inflasi ini sama dengan metode penentuan laba. Penekanan penentuan laba adalah pada nilai laba yang lebih relevan yang digambarkan oleh laporan keuangan, sedangkan inflasi nilai semua item yang terdapat dalam laporan keuangan
2.      Monetary Items adalah aktiva atau kewajiban yang dinilai atau disajikan dalam unit uang yang tetapmisalnya kas, piutang atau uang atau kewajiban lainnya yang angk dan jumlah nilai uangnya yang tetap itulah yang akan ditagih, dibayar dimasa yang akan datang tanpa ada perubahan. Sedangkan Non-Monetary Items adalah nilai dimana jumlah uangnya tidak ditetapkan menurut kontrak perjanjian. Dalam metode historical cost ini digambarkan sebagai old cost bukan nilai sekarang. Misalnya aktiva tetap, lahan, bangunan, peralatan, persediaan yang akan dipakai nanti dalam operasi perusahaan dan akan diganti terus jika perusahaan terus beroperasi.
3.      Ada delapan model akuntansi dalam penilaian aktiva dan penentuan laba itu, yaitu sebagai berikut.Pengukuran menurut Unit Uang: 1) Historical Cost Accounting 2) Replacement Cost Accounting 3)Net RealizableValue Accounting 4)Present Value Accounting. Pengukuran menurut Unit Tenaga Beli (General Price Level = GPL) 1) GPL Historical Cost Accounting 2) GPL Replacement Cost Accounting 3) GPL Net RealizableValue Accounting 4) GPL Present Value Accounting
4.      Dalam menilai dan membandingkan model penilaian akuntansi tersebut, model present  value sengaja tidak diikutkan karena beberapa kelemahan sebagai berikut : 1) Sukarnya menaksir penerimaan kas dimasa akan datang 2) Pemilihan tingkat diskontoo yang  sangat bervariasi 3) Alokasi arbitrer dari taksiran arus kas dalam memilih asset 4) Alokasi arbitrer dan taksiran arus kas dari masing-masing aktiva ssecara individual. Dalam memilih dan membandingkan model-model ini maka yang menjadi dasar penilaian adalah : 1) Kesalahan yang timbul akibat masalah waktu (timming error) 2) Kesalahan akibat alat ukur (measuring unit errors) 3) Kesulitan dalam penafsiran (interpretability) 4) Relevansi
5.      Metode pengukuran harga wajar atau fair value telah berlaku di Amerika sesuai dengan statement No. 157 tentang fair value Measurements. Statement ini mendefinikan fair value, menetapkan kerangka untuk mengukur nilai wajar (fair velue) sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum, dan memperluas pengungkapan tentang kengukuran fair value. Statement ini diterapkan dalam kerangka standar akuntansi yang membutuhkan atau mengizinkan pengukuran fair value. Dewan standar sebelumnya telah memutuskan melalui pengumuman bahwa fair value adalah metode pengukuran yang relevan. Oleh karena itu, statement ini tidak memerlukan metode pengukuran fair value yang baru. Namun, untuk sebagian entitas penerapan fair value ini akan mengubah praktek yang berlaku sekarang.

3.2  Saran
Dalam penyusunan dan penentuan akuntansi inflasi sesuai dengan aturan yang ada dan telah disepakati yang digunakan secara universal, sehingga memudahkan dalam mempelajari dan dalam rangka penyeragaman penggunaan aturan.



3 komentar: